Kamis, 16 Desember 2010

G-30*S*-PKI


Latar belakang



PKI merupakan partai komunis yang terbesar di seluruh dunia, di luar Tiongkok dan Uni Soviet. Anggotanya berjumlah sekitar 3,5 juta, ditambah 3 juta dari pergerakan pemudanya. PKI juga mengontrol pergerakan serikat buruh yang mempunyai 3,5 juta anggota dan pergerakan petani Barisan Tani Indonesia yang mempunyai 9 juta anggota. Termasuk pergerakan wanita (Gerwani), organisasi penulis dan artis dan pergerakan sarjananya, PKI mempunyai lebih dari 20 juta anggota dan pendukung.
Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan dukungan penuh dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan kaum burjuis nasional dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.


Perayaan Milad PKI yang ke 45 di Jakarta pada awal tahun 1965
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai memberikan 100.000 pucuk senjata chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S. Pada bulan Juli 1959 parlemen dibubarkan dan Sukarno menetapkan konstitusi di bawah dekrit presiden - sekali lagi dengan hasutan dari PKI. Ia memperkuat tangan angkatan bersenjata dengan mengangkat para jendral militer ke posisi-posisi yang penting. Sukarno menjalankan sistem "Demokrasi Terpimpin". PKI menyambut "Demokrasi Terpimpin" Sukarno dengan hangat dan anggapan bahwa dia mempunyai mandat untuk persekutuan Konsepsi yaitu antara Nasionalis, Agama dan Komunis yang dinamakan NASAKOM.
Pada era "Demokrasi Terpimpin", kolaborasi antara kepemimpinan PKI dan nasionalis dalam menekan pergerakan-pergerakan independen kaum buruh dan petani, gagal memecahkan masalah-masalah politis dan ekonomi yang mendesak. Pendapatan ekspor menurun, foreign reserves menurun, inflasi terus menaik dan korupsi birokrat dan militer menjadi wabah.
[sunting]Angkatan kelima
Pada kunjungan Menlu Subandrio ke Tiongkok, Perdana Menteri Zhou Enlai menjanjikan 100.000 pucuk senjata jenis chung, penawaran ini gratis tanpa syarat dan kemudian dilaporkan ke Bung Karno tetapi belum juga menetapkan waktunya sampai meletusnya G30S.
Pada awal tahun 1965 Bung Karno atas saran dari PKI akibat dari tawaran perdana mentri RRC, mempunyai ide tentang Angkatan Kelima yang berdiri sendiri terlepas dari ABRI. Tetapi petinggi Angkatan Darat tidak setuju dan hal ini lebih menimbulkan nuansa curiga-mencurigai antara militer dan PKI.
Dari tahun 1963, kepemimpinan PKI makin lama makin berusaha memprovokasi bentrokan-bentrokan antara aktivis massanya dan polisi dan militer. Pemimpin-pemimpin PKI juga menginfiltrasi polisi dan tentara denga slogan "kepentingan bersama" polisi dan "rakyat". Pemimpin PKI DN Aidit mengilhami slogan "Untuk Ketentraman Umum Bantu Polisi". Di bulan Agustus 1964, Aidit menganjurkan semua anggota PKI membersihkan diri dari "sikap-sikap sektarian" kepada angkatan bersenjata, mengimbau semua pengarang dan seniman sayap-kiri untuk membuat "massa tentara" subyek karya-karya mereka.
Di akhir 1964 dan permulaan 1965 ribuan petani bergerak merampas tanah yang bukan hak mereka atas hasutan PKI. Bentrokan-bentrokan besar terjadi antara mereka dan polisi dan para pemilik tanah.
Bentrokan-bentrokan tersebut dipicu oleh propaganda PKI yang menyatakan bahwa petani berhak atas setiap tanah, tidak peduli tanah siapa pun (milik negara=milik bersama). Kemungkinan besar PKI meniru revolusi Bolsevik di Rusia, di mana di sana rakyat dan partai komunis menyita milik Tsar dan membagi-bagikannya kepada rakyat.
Pada permulaan 1965, para buruh mulai menyita perusahaan-perusahaan karet dan minyak milik Amerika Serikat. Kepemimpinan PKI menjawab ini dengan memasuki pemerintahan dengan resmi. Pada waktu yang sama, jendral-jendral militer tingkat tinggi juga menjadi anggota kabinet. Jendral-jendral tersebut masuk kabinet karena jabatannya di militer oleh Sukarno disamakan dengan setingkat mentri. Hal ini dapat dibuktikan dengan nama jabatannya (Menpangab, Menpangad, dan lain-lain).
Menteri-menteri PKI tidak hanya duduk di sebelah para petinggi militer di dalam kabinet Sukarno ini, tetapi mereka terus mendorong ilusi yang sangat berbahaya bahwa angkatan bersenjata adalah merupakan bagian dari revolusi demokratis "rakyat".


Pengangkatan Jenazah di Lubang Buaya
Aidit memberikan ceramah kepada siswa-siswa sekolah angkatan bersenjata di mana ia berbicara tentang "perasaan kebersamaan dan persatuan yang bertambah kuat setiap hari antara tentara Republik Indonesia dan unsur-unsur masyarakat Indonesia, termasuk para komunis".
Rejim Sukarno mengambil langkah terhadap para pekerja dengan melarang aksi-aksi mogok di industri. Kepemimpinan PKI tidak berkeberatan karena industri menurut mereka adalah milik pemerintahan NASAKOM.
Tidak lama PKI mengetahui dengan jelas persiapan-persiapan untuk pembentukan rejim militer, menyatakan keperluan untuk pendirian "angkatan kelima" di dalam angkatan bersenjata, yang terdiri dari pekerja dan petani yang bersenjata. Bukannya memperjuangkan mobilisasi massa yang berdiri sendiri untuk melawan ancaman militer yang sedang berkembang itu, kepemimpinan PKI malah berusaha untuk membatasi pergerakan massa yang makin mendalam ini dalam batas-batas hukum kapitalis negara. Mereka, depan jendral-jendral militer, berusaha menenangkan bahwa usul PKI akan memperkuat negara. Aidit menyatakan dalam laporan ke Komite Sentral PKI bahwa "NASAKOMisasi" angkatan bersenjata dapat dicapai dan mereka akan bekerjasama untuk menciptakan "angkatan kelima". Kepemimpinan PKI tetap berusaha menekan aspirasi revolusioner kaum buruh di Indonesia. Di bulan Mei 1965, Politbiro PKI masih mendorong ilusi bahwa aparatus militer dan negara sedang diubah untuk memecilkan aspek anti-rakyat dalam alat-alat negara.
[sunting]Isu sakitnya Bung Karno
Sejak tahun 1964 sampai menjelang meletusnya G30S telah beredar isu sakit parahnya Bung Karno. Hal ini meningkatkan kasak-kusuk dan isu perebutan kekuasaan apabila Bung Karno meninggal dunia. Namun menurut Subandrio, Aidit tahu persis bahwa Bung Karno hanya sakit ringan saja, jadi hal ini bukan merupakan alasan PKI melakukan tindakan tersebut.
Tahunya Aidit akan jenis sakitnya Sukarno membuktikan bahwa hal tersebut sengaja dihembuskan PKI untuk memicu ketidakpastian di masyarakat.
[sunting]Isu masalah tanah dan bagi hasil
Pada tahun 1960 keluarlah Undang-Undang Pokok Agraria (UU Pokok Agraria) dan Undang-Undang Pokok Bagi Hasil (UU Bagi Hasil) yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari Panitia Agraria yang dibentuk pada tahun 1948. Panitia Agraria yang menghasilkan UUPA terdiri dari wakil pemerintah dan wakil berbagai ormas tani yang mencerminkan 10 kekuatan partai politik pada masa itu. Walaupun undang-undangnya sudah ada namun pelaksanaan di daerah tidak jalan sehingga menimbulkan gesekan antara para petani penggarap dengan pihak pemilik tanah yang takut terkena UUPA, melibatkan sebagian massa pengikutnya dengan melibatkan backing aparat keamanan. Peristiwa yang menonjol dalam rangka ini antara lain peristiwa Bandar Betsi di Sumatera Utara dan peristiwa di Klaten yang disebut sebagai ‘aksi sepihak’ dan kemudian digunakan sebagai dalih oleh militer untuk membersihkannya.

Keributan antara PKI dan islam (tidak hanya NU, tapi juga dengan Persis dan Muhammadiya) itu pada dasarnya terjadi di hampir semua tempat di Indonesia, di Jawa Barat, Jawa Timur, dan di propinsi-propinsi lain juga terjadi hal demikian, PKI di beberapa tempat bahkan sudah mengancam kyai-kyai bahwa mereka akan disembelih setelah tanggal 30 September 1965 (hal ini membuktikan bahwa seluruh elemen PKI mengetahui rencana kudeta 30 September tersebut).

[sunting]Faktor Malaysia
Negara Federasi Malaysia yang baru terbentuk pada tanggal 16 September 1963 adalah salah satu faktor penting dalam insiden ini[1]. Konfrontasi Indonesia-Malaysia merupakan salah satu penyebab kedekatan Presiden Soekarno dengan PKI, menjelaskan motivasi para tentara yang menggabungkan diri dalam gerakan G30S/Gestok (Gerakan Satu Oktober), dan juga pada akhirnya menyebabkan PKI melakukan penculikan petinggi Angkatan Darat.
“ Sejak demonstrasi anti-Indonesia di Kuala Lumpur, di mana para demonstran menyerbu gedung KBRI, merobek-robek foto Soekarno, membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Tunku Abdul Rahman—Perdana Menteri Malaysia saat itu—dan memaksanya untuk menginjak Garuda, amarah Soekarno terhadap Malaysia pun meledak. ”
Soekarno yang murka karena hal itu mengutuk tindakan Tunku yang menginjak-injak lambang negara Indonesia[2] dan ingin melakukan balas dendam dengan melancarkan gerakan yang terkenal dengan sebutan "Ganyang Malaysia" kepada negara Federasi Malaysia yang telah sangat menghina Indonesia dan presiden Indonesia. Perintah Soekarno kepada Angkatan Darat untuk meng"ganyang Malaysia" ditanggapi dengan dingin oleh para jenderal pada saat itu. Di satu pihak Letjen Ahmad Yani tidak ingin melawan Malaysia yang dibantu oleh Inggris dengan anggapan bahwa tentara Indonesia pada saat itu tidak memadai untuk peperangan dengan skala tersebut, sedangkan di pihak lain Kepala Staf TNI Angkatan Darat A.H. Nasution setuju dengan usulan Soekarno karena ia mengkhawatirkan isu Malaysia ini akan ditunggangi oleh PKI untuk memperkuat posisinya di percaturan politik di Indonesia.
Posisi Angkatan Darat pada saat itu serba salah karena di satu pihak mereka tidak yakin mereka dapat mengalahkan Inggris, dan di lain pihak mereka akan menghadapi Soekarno yang mengamuk jika mereka tidak berperang. Akhirnya para pemimpin Angkatan Darat memilih untuk berperang setengah hati di Kalimantan. Tak heran, Brigadir Jenderal Suparjo, komandan pasukan di Kalimantan Barat, mengeluh, konfrontasi tak dilakukan sepenuh hati dan ia merasa operasinya disabotase dari belakang[3]. Hal ini juga dapat dilihat dari kegagalan operasi gerilya di Malaysia, padahal tentara Indonesia sebenarnya sangat mahir dalam peperangan gerilya.
Mengetahui bahwa tentara Indonesia tidak mendukungnya, Soekarno merasa kecewa dan berbalik mencari dukungan PKI untuk melampiaskan amarahnya kepada Malaysia. Soekarno, seperti yang ditulis di otobiografinya, mengakui bahwa ia adalah seorang yang memiliki harga diri yang sangat tinggi, dan tidak ada yang dapat dilakukan untuk merubah keinginannya meng"ganyang Malaysia".
“ Soekarno adalah seorang individualis. Manusia jang tjongkak dengan suara-batin yang menjala-njala, manusia jang mengakui bahwa ia mentjintai dirinja sendiri tidak mungkin mendjadi satelit jang melekat pada bangsa lain. Soekarno tidak mungkin menghambakan diri pada dominasi kekuasaan manapun djuga. Dia tidak mungkin menjadi boneka. ”
Di pihak PKI, mereka menjadi pendukung terbesar gerakan "ganyang Malaysia" yang mereka anggap sebagai antek Inggris, antek nekolim. PKI juga memanfaatkan kesempatan itu untuk keuntungan mereka sendiri, jadi motif PKI untuk mendukung kebijakan Soekarno tidak sepenuhnya idealis.
Pada saat PKI memperoleh angin segar, justru para penentangnyalah yang menghadapi keadaan yang buruk; mereka melihat posisi PKI yang semakin menguat sebagai suatu ancaman, ditambah hubungan internasional PKI dengan Partai Komunis sedunia, khususnya dengan adanya poros Jakarta-Beijing-Moskow-Pyongyang-Phnom Penh. Soekarno juga mengetahui hal ini, namun ia memutuskan untuk mendiamkannya karena ia masih ingin meminjam kekuatan PKI untuk konfrontasi yang sedang berlangsung, karena posisi Indonesia yang melemah di lingkungan internasional sejak keluarnya Indonesia dari PBB (20 Januari 1965).
Dari sebuah dokumen rahasia badan intelejen Amerika Serikat (CIA) yang baru dibuka yang bertanggalkan 13 Januari 1965 menyebutkan sebuah percakapan santai Soekarno dengan para pemimpin sayap kanan bahwa ia masih membutuhkan dukungan PKI untuk menghadapi Malaysia dan oleh karena itu ia tidak bisa menindak tegas mereka. Namun ia juga menegaskan bahwa suatu waktu "giliran PKI akan tiba. "Soekarno berkata, "Kamu bisa menjadi teman atau musuh saya. Itu terserah kamu. ... Untukku, Malaysia itu musuh nomor satu. Suatu saat saya akan membereskan PKI, tetapi tidak sekarang."[2]
Dari pihak Angkatan Darat, perpecahan internal yang terjadi mulai mencuat ketika banyak tentara yang kebanyakan dari Divisi Diponegoro yang kesal serta kecewa kepada sikap petinggi Angkatan Darat yang takut kepada Malaysia, berperang hanya dengan setengah hati, dan berkhianat terhadap misi yang diberikan Soekarno. Mereka memutuskan untuk berhubungan dengan orang-orang dari PKI untuk membersihkan tubuh Angkatan Darat dari para jenderal ini.
[sunting]Faktor Amerika Serikat
Amerika Serikat pada waktu itu sedang terlibat dalam perang Vietnam dan berusaha sekuat tenaga agar Indonesia tidak jatuh ke tangan komunisme. Peranan badan intelejen Amerika Serikat (CIA) pada peristiwa ini sebatas memberikan 50 juta rupiah (uang saat itu) kepada Adam Malik dan walkie-talkie serta obat-obatan kepada tentara Indonesia. Politisi Amerika pada bulan-bulan yang menentukan ini dihadapkan pada masalah yang membingungkan karena mereka merasa ditarik oleh Sukarno ke dalam konfrontasi Indonesia-Malaysia ini.
Salah satu pandangan mengatakan bahwa peranan Amerika Serikat dalam hal ini tidak besar, hal ini dapat dilihat dari telegram Duta Besar Green ke Washington pada tanggal 8 Agustus 1965 yang mengeluhkan bahwa usahanya untuk melawan propaganda anti-Amerika di Indonesia tidak memberikan hasil bahkan tidak berguna sama sekali. Dalam telegram kepada Presiden Johnson tanggal 6 Oktober, agen CIA menyatakan ketidakpercayaan kepada tindakan PKI yang dirasa tidak masuk akal karena situasi politis Indonesia yang sangat menguntungkan mereka, dan hingga akhir Oktober masih terjadi kebingungan atas pembantaian di Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali dilakukan oleh PKI atau NU/PNI.
Pandangan lain, terutama dari kalangan korban dari insiden ini, menyebutkan bahwa Amerika menjadi aktor di balik layar dan setelah dekrit Supersemar Amerika memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada militer untuk dibunuh. Namun hingga saat ini kedua pandangan tersebut tidak memiliki banyak bukti-bukti fisik.
[sunting]Faktor ekonomi
Ekonomi masyarakat Indonesia pada waktu itu yang sangat rendah mengakibatkan dukungan rakyat kepada Soekarno (dan PKI) meluntur. Mereka tidak sepenuhnya menyetujui kebijakan "ganyang Malaysia" yang dianggap akan semakin memperparah keadaan Indonesia.
Inflasi yang mencapai 650% membuat harga makanan melambung tinggi, rakyat kelaparan dan terpaksa harus antri beras, minyak, gula, dan barang-barang kebutuhan pokok lainnya. Beberapa faktor yang berperan kenaikan harga ini adalah keputusan Suharto-Nasution untuk menaikkan gaji para tentara 500% dan penganiayaan terhadap kaum pedagang Tionghoa yang menyebabkan mereka kabur. Sebagai akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan bonggol pisang, umbi-umbian, gaplek, serta bahan makanan yang tidak layak dikonsumsi lainnya; pun mereka menggunakan kain dari karung sebagai pakaian mereka.
Faktor ekonomi ini menjadi salah satu sebab kemarahan rakyat atas pembunuhan keenam jenderal tersebut, yang berakibat adanya backlash terhadap PKI dan pembantaian orang-orang yang dituduh anggota PKI di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali serta tempat-tempat lainnya.
[sunting]Peristiwa



Sumur Lubang Buaya
Pada 1 Oktober 1965 dini hari, enam jenderal senior dan beberapa orang lainnya dibunuh dalam upaya kudeta yang disalahkan kepada para pengawal istana (Cakrabirawa) yang dianggap loyal kepada PKI dan pada saat itu dipimpin oleh Letkol. Untung. Panglima Komando Strategi Angkatan Darat saat itu, Mayjen Soeharto kemudian mengadakan penumpasan terhadap gerakan tersebut.
[sunting]Isu Dewan Jenderal
Pada saat-saat yang genting sekitar bulan September 1965 muncul isu adanya Dewan Jenderal yang mengungkapkan adanya beberapa petinggi Angkatan Darat yang tidak puas terhadap Soekarno dan berniat untuk menggulingkannya. Menanggapi isu ini, Soekarno disebut-sebut memerintahkan pasukan Cakrabirawa untuk menangkap dan membawa mereka untuk diadili oleh Soekarno. Namun yang tidak diduga-duga, dalam operasi penangkapan jenderal-jenderal tersebut, terjadi tindakan beberapa oknum yang termakan emosi dan membunuh Letjen Ahmad Yani, Panjaitan, dan Harjono.
[sunting]Isu Dokumen Gilchrist
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Dokumen Gilchrist
Dokumen Gilchrist yang diambil dari nama duta besar Inggris untuk Indonesia Andrew Gilchrist beredar hampir bersamaan waktunya dengan isu Dewan Jenderal. Dokumen ini, yang oleh beberapa pihak disebut sebagai pemalsuan oleh intelejen Ceko di bawah pengawasan Jenderal Agayant dari KGB Rusia, menyebutkan adanya "Teman Tentara Lokal Kita" yang mengesankan bahwa perwira-perwira Angkatan Darat telah dibeli oleh pihak Barat[4]. Kedutaan Amerika Serikat juga dituduh memberikan daftar nama-nama anggota PKI kepada tentara untuk "ditindaklanjuti". Dinas intelejen Amerika Serikat mendapat data-data tersebut dari berbagai sumber, salah satunya seperti yang ditulis John Hughes, wartawan The Nation yang menulis buku "Indonesian Upheaval", yang dijadikan basis skenario film "The Year of Living Dangerously", ia sering menukar data-data apa yang ia kumpulkan untuk mendapatkan fasilitas teleks untuk mengirimkan berita.
[sunting]Isu Keterlibatan Soeharto
Hingga saat ini tidak ada bukti keterlibatan/peran aktif Soeharto dalam aksi penculikan tersebut. Satu-satunya bukti yang bisa dielaborasi adalah pertemuan Soeharto yang saat itu menjabat sebagai Pangkostrad (pada zaman itu jabatan Panglima Komando Strategis Cadangan Angkatan Darat tidak membawahi pasukan, berbeda dengan sekarang) dengan Kolonel Abdul Latief di Rumah Sakit Angkatan Darat
[sunting]Korban
Keenam pejabat tinggi yang dibunuh tersebut adalah:
Letjen TNI Ahmad Yani (Menteri/Panglima Angkatan Darat/Kepala Staf Komando Operasi Tertinggi)
Mayjen TNI Raden Suprapto (Deputi II Menteri/Panglima AD bidang Administrasi)
Mayjen TNI Mas Tirtodarmo Haryono (Deputi III Menteri/Panglima AD bidang Perencanaan dan Pembinaan)
Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Menteri/Panglima AD bidang Intelijen)
Brigjen TNI Donald Isaac Panjaitan (Asisten IV Menteri/Panglima AD bidang Logistik)
Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman/Oditur Jenderal Angkatan Darat)
Jenderal TNI Abdul Harris Nasution yang menjadi sasaran utama, selamat dari upaya pembunuhan tersebut. Sebaliknya, putrinya Ade Irma Suryani Nasution dan ajudan beliau, Lettu CZI Pierre Andreas Tendean tewas dalam usaha pembunuhan tersebut.
Selain itu beberapa orang lainnya juga turut menjadi korban:
Bripka Karel Satsuit Tubun (Pengawal kediaman resmi Wakil Perdana Menteri II dr.J. Leimena)
Kolonel Katamso Darmokusumo (Komandan Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Letkol Sugiyono Mangunwiyoto (Kepala Staf Korem 072/Pamungkas, Yogyakarta)
Para korban tersebut kemudian dibuang ke suatu lokasi di Pondok Gede, Jakarta yang dikenal sebagai Lubang Buaya. Mayat mereka ditemukan pada 3 Oktober.
[sunting]Pasca kejadian



Pemakaman para pahlawan revolusi. Tampak Mayjen Soeharto di sebelah kanan
Pada tanggal 1 Oktober 1965 Sukarno dan sekretaris jendral PKI Aidit menanggapi pembentukan Dewan Revolusioner oleh para "pemberontak" dengan berpindah ke Pangkalan Angkatan Udara Halim di Jakarta untuk mencari perlindungan.
Pada tanggal 6 Oktober Sukarno mengimbau rakyat untuk menciptakan "persatuan nasional", yaitu persatuan antara angkatan bersenjata dan para korbannya, dan penghentian kekerasan. Biro Politik dari Komite Sentral PKI segera menganjurkan semua anggota dan organisasi-organisasi massa untuk mendukung "pemimpin revolusi Indonesia" dan tidak melawan angkatan bersenjata. Pernyataan ini dicetak ulang di koran CPA bernama "Tribune".
Pada tanggal 12 Oktober 1965, pemimpin-pemimpin Uni-Sovyet Brezhnev, Mikoyan dan Kosygin mengirim pesan khusus untuk Sukarno: "Kita dan rekan-rekan kita bergembira untuk mendengar bahwa kesehatan anda telah membaik...Kita mendengar dengan penuh minat tentang pidato anda di radio kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang dan menghindari kekacauan...Imbauan ini akan dimengerti secara mendalam."
Pada tanggal 16 Oktober 1965, Sukarno melantik Mayjen Suharto menjadi Menteri/Panglima Angkatan Darat di Istana Negara. Berikut kutipan amanat presiden Sukarno kepada Suharto pada saat Suharto disumpah[5]:
“ Saya perintahkan kepada Jenderal Mayor Soeharto, sekarang Angkatan Darat pimpinannya saya berikan kepadamu, buatlah Angkatan Darat ini satu Angkatan dari pada Republik Indonesia, Angkatan Bersenjata daripada Republik Indonesia yang sama sekali menjalankan Panca Azimat Revolusi, yang sama sekali berdiri diatas Trisakti, yang sama sekali berdiri diatas Nasakom, yang sama sekali berdiri diatas prinsip Berdikari, yang sama sekali berdiri atas prinsip Manipol-USDEK.
Manipol-USDEK telah ditentukan oleh lembaga kita yang tertinggi sebagai haluan negara Republik Indonesia. Dan oleh karena Manipol-USDEK ini adalah haluan daripada negara Republik Indonesia, maka dia harus dijunjung tinggi, dijalankan, dipupuk oleh semua kita. Oleh Angkatan Darat, Angkatan Laut, Angkatan Udara, Angkatan Kepolisian Negara. Hanya jikalau kita berdiri benar-benar di atas Panca Azimat ini, kita semuanya, maka barulah revousi kita bisa jaya.
Soeharto, sebagai panglima Angkatan Darat, dan sebagai Menteri dalam kabinetku, saya perintahkan engkau, kerjakan apa yang kuperintahkan kepadamu dengan sebaik-baiknya. Saya doakan Tuhan selalu beserta kita dan beserta engkau!

Dalam sebuah Konferensi Tiga Benua di Havana di bulan Februari 1966, perwakilan Uni-Sovyet berusaha dengan segala kemampuan mereka untuk menghindari pengutukan atas penangkapan dan pembunuhan orang-orang yang dituduh sebagai PKI, yang sedang terjadi terhadap rakyat Indonesia. Pendirian mereka mendapatkan pujian dari rejim Suharto. Parlemen Indonesia mengesahkan resolusi pada tanggal 11 Februari, menyatakan "penghargaan penuh" atas usaha-usaha perwakilan-perwakilan dari Nepal, Mongolia, Uni-Sovyet dan negara-negara lain di Konperensi Solidaritas Negara-Negara Afrika, Asia dan Amerika Latin, yang berhasil menetralisir usaha-usaha para kontra-revolusioner apa yang dinamakan pergerakan 30 September, dan para pemimpin dan pelindung mereka, untuk bercampur-tangan di dalam urusan dalam negeri Indonesia."
[sunting]Asumsi Penangkapan dan pembunuhan


Penangkapan Simpatisan PKI
Dalam bulan-bulan setelah peristiwa ini, semua anggota dan pendukung PKI, atau mereka yang dianggap sebagai anggota dan simpatisan PKI, semua partai kelas buruh yang diketahui dan ratusan ribu pekerja dan petani Indonesia yang lain dibunuh atau dimasukkan ke kamp-kamp tahanan untuk disiksa dan diinterogasi. Pembunuhan-pembunuhan ini terjadi di Jawa Tengah (bulan Oktober), Jawa Timur (bulan November) dan Bali (bulan Desember). Berapa jumlah orang yang dibantai tidak diketahui dengan persis - perkiraan yang konservatif menyebutkan 500.000 orang, sementara perkiraan lain menyebut dua sampai tiga juga orang. Namun diduga setidak-tidaknya satu juta orang menjadi korban dalam bencana enam bulan yang mengikuti kudeta itu.
Dihasut dan dibantu oleh tentara, kelompok-kelompok pemuda dari organisasi-organisasi muslim sayap-kanan seperti barisan Ansor NU dan Tameng Marhaenis PNI melakukan pembunuhan-pembunuhan massal, terutama di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Ada laporan-laporan bahwa Sungai Brantas di dekat Surabaya menjadi penuh mayat-mayat sampai di tempat-tempat tertentu sungai itu "terbendung mayat".
Pada akhir 1965, antara 500.000 dan satu juta anggota-anggota dan pendukung-pendukung PKI telah menjadi korban pembunuhan dan ratusan ribu lainnya dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi, tanpa adanya perlawanan sama sekali. Sewaktu regu-regu militer yang didukung dana CIA [1] menangkapi semua anggota dan pendukung PKI yang terketahui dan melakukan pembantaian keji terhadap mereka, majalah "Time" memberitakan:
"Pembunuhan-pembunuhan itu dilakukan dalam skala yang sedemikian sehingga pembuangan mayat menyebabkan persoalan sanitasi yang serius di Sumatra Utara, di mana udara yang lembab membawa bau mayat membusuk. Orang-orang dari daerah-daerah ini bercerita kepada kita tentang sungai-sungai kecil yang benar-benar terbendung oleh mayat-mayat. Transportasi sungai menjadi terhambat secara serius."
Di pulau Bali, yang sebelum itu dianggap sebagai kubu PKI, paling sedikit 35.000 orang menjadi korban di permulaan 1966. Di sana para Tamin, pasukan komando elite Partai Nasional Indonesia, adalah pelaku pembunuhan-pembunuhan ini. Koresponden khusus dari Frankfurter Allgemeine Zeitung bercerita tentang mayat-mayat di pinggir jalan atau dibuang ke dalam galian-galian dan tentang desa-desa yang separuh dibakar di mana para petani tidak berani meninggalkan kerangka-kerangka rumah mereka yang sudah hangus.
Di daerah-daerah lain, para terdakwa dipaksa untuk membunuh teman-teman mereka untuk membuktikan kesetiaan mereka. Di kota-kota besar pemburuan-pemburuan rasialis "anti-Tionghoa" terjadi. Pekerja-pekerja dan pegawai-pegawai pemerintah yang mengadakan aksi mogok sebagai protes atas kejadian-kejadian kontra-revolusioner ini dipecat.
Paling sedikit 250,000 orang pekerja dan petani dipenjarakan di kamp-kamp konsentrasi. Diperkirakan sekitar 110,000 orang masih dipenjarakan sebagai tahanan politik pada akhir 1969. Eksekusi-eksekusi masih dilakukan sampai sekarang, termasuk belasan orang sejak tahun 1980-an. Empat tapol, Johannes Surono Hadiwiyino, Safar Suryanto, Simon Petrus Sulaeman dan Nobertus Rohayan, dihukum mati hampir 25 tahun sejak kudeta itu.
[sunting]Supersemar
Artikel utama untuk bagian ini adalah: Supersemar
Lima bulan setelah itu, pada tanggal 11 Maret 1966, Sukarno memberi Suharto kekuasaan tak terbatas melalui Surat Perintah Sebelas Maret. Ia memerintah Suharto untuk mengambil "langkah-langkah yang sesuai" untuk mengembalikan ketenangan dan untuk melindungi keamanan pribadi dan wibawanya. Kekuatan tak terbatas ini pertama kali digunakan oleh Suharto untuk melarang PKI. Sebagai penghargaan atas jasa-jasanya, Sukarno dipertahankan sebagai presiden tituler diktatur militer itu sampai Maret 1967.
Kepemimpinan PKI terus mengimbau massa agar menuruti kewenangan rejim Sukarno-Suharto. Aidit, yang telah melarikan diri, ditangkap dan dibunuh oleh TNI pada tanggal 24 November, tetapi pekerjaannya diteruskan oleh Sekretaris Kedua PKI Nyoto.
[sunting]Peringatan



Monumen Pancasila Sakti, Lubang Buaya
Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila. Pada masa pemerintahan Soeharto, biasanya sebuah film mengenai kejadian tersebut juga ditayangkan di seluruh stasiun televisi di Indonesia setiap tahun pada tanggal 30 September. Selain itu pada masa Soeharto biasanya dilakukan upacara bendera di Monumen Pancasila Sakti di Lubang Buaya dan dilanjutkan dengan tabur bunga di makam para pahlawan revolusi di TMP Kalibata. Namun sejak era Reformasi bergulir, film itu sudah tidak ditayangkan lagi dan hanya tradisi tabur bunga yang dilanjutkan.
Pada 29 September - 4 Oktober 2006, diadakan rangkaian acara peringatan untuk mengenang peristiwa pembunuhan terhadap ratusan ribu hingga jutaan jiwa di berbagai pelosok Indonesia. Acara yang bertajuk "Pekan Seni Budaya dalam rangka memperingati 40 tahun tragedi kemanusiaan 1965" ini berlangsung di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Depok. Selain civitas academica Universitas Indonesia, acara itu juga dihadiri para korban tragedi kemanusiaan 1965, antara lain Setiadi, Murad Aidit, Haryo Sasongko, Sasuke, dan Putmainah

Jumat, 22 Oktober 2010

FILSAFAT


FILSAFAT SEBAGAI ILMU PENGETAHUAN

Filsafat dikatakan sebagai ilmu pengetahuan karena filsafat merupakan induk dari semua ilmu pengetahuan dan mempunyai peranan yang mendasar dalam sebuah pendidikan. Sehingga keberadaan filsafat yang berasal dari pemikiran seseorang yang dapat mempengaruhi aspek hidup manusia secara tidak perseorangan ini sangat diakui keberadaannya. Karena sifatnya yang sangat rasional dan merupakan buah pemikiran yang berdasarkan empiric yang dilakukan oleh para filosof sehingga menghasilkan suatu kebenaran yang dapat di implementasikan teori mereka masing-masing dalam kehidupan yang nyata.


PENGERTIAN FILSAFAT

Filasafat philoshopia (Yunani) berarti cinta pada ilmu pengetahuan / hikmat . Cinta dalm kebijaksanaan orang yang cinta pada ilmu pengetahuan disebut “philosophos” atau failasuf dalam ucapan bahasa Arabnya.

Prof. Ir. Poedjawijata dalam hal pembatasan nama filsafat itu menyatakan :

“Adapun kata filsafat itu kata Arab yang berhubung rapat dengan kata Yunani bahkan asalnyapun dari bahasa Yunani pula. Dalam bahasa Yunani kata Fhiloshopia itu merupakan kata majemuk yang terdiri dari filo dan sofia. Filo artinya cinta dalm ari yang seluas-luasnya, yaitu ingin dank arena itu lalu berusaha menapai yang di inginkan. Sofia artinya bijaksana atau pandai tahu dengan mendalam. Jadi menurut namanya sajafilsafat boleh ingin tahu dengan mendalam atau cinta kepada kebijaksanaan.

Pengertian filsafat juga berarti ilmu yang memperlajari akan fakta-fakta dari kenyataan yang ada dengan menggunakan logika, etika, estetika dan teori ilu pengetahuan yang bertujuan untuk mencari kebenaran.

Banyak definisi filsafat yang dikemukakan oleh para filosof diantaranya :

1. Plato (427 SM – 348 SM) , filsafat adalah ilu pengetahuan yang berminat mencapai kebenaran yang asli.

2. Aristoteles (382 SM – 322 SM ) ,filsafat adalah ilmu pengetahuan yang meliputi kebenaran yang terkandung di dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik dan etestika.

3. Descartes (2590 – 1650 ),filsafat ialah kumpulan segala ilmu pengetahuan dimana Tuhan, Alam dan manusia menjadi pokok penyelidikan.

4. Immanuel Kant (1724 – 1804 ), filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang tercakup di dalamnya metafisika, etika, agama dan anthropologi.

Isi filsafat ditentukan oleh abyek apa yang dipikirkan. Obyek yang dipikirkan oleh filosof ialah segala yang ada dan yang mungkin ada. Obyek yang diselidiki oleh filosof ada obyek material, yaitu segala yang ada tadi tentang obyek material ini banyak yang sama dengan obyek materia sains

Selain obyek materia, yaitu sifat penyelidikan. Obyek forma filsafat adalah peyelidikan yang mendalam. Artinya, ingin tahunya filsafat adalah ingin tahu bagian dalamnya. Kata mendalam artinya ingin tahu tentang obyek yang tidak empiris.

Filsafat adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu yang ada di alam semesta dan merupakan induk dari ilmu pengetahuan. Serta membahas 3 hal penting yaitu:

· Tuhan (Teologi).
· Manusia (Humanologi).
· Alam (Kosmologi).
Ciri ilmu filsafat yang membedakan dengan ilmu lain adalah:

Filsafat membahas ilmu secara sinopsis (menyeluruh).
Filsafat itu mendasar (radikal) atau membahas tuntas dari awal.
Filsafat selalu menanyakan sesuatu dibalik persoalan yang dihadapi dan dipelajari oleh ilmu (spekulatif) tersebut, menetapkan dan mengendalikan pada pikiran rasional dan berusaha mencari kebenaran.
Ada beberapa aliran filsafat yang merupakan pemikiran-pemikiran para pilosof dan berkembang dalam masyarakat dan mempraktekkannya, seperti:

· Empirisme yaitu menekankan pada pengalaman dan penghayatannya terhadap duniadan kehidupan.
· Rasionalisme yaitu pemikiran dan pertimbangan terhadap akal sehat.
· Idealisme yaitu pemikiran yang berdasarka ide, materi, dan perkembangan pada pemikiran jiwa dan raga.

DASAR-DASAR FILOSOFIS ILMU OLAHRAGA
(Suatu Pengantar)
Made Pramono
Intisari: Sport in our society is a part of common daily activity, and
also is an art of competition. Various aspects involved in sport events
such as human resources, buildings, investments, equipments, and
anyother needs. Internal problems such as efforts to gain the best
position in local, national, and international events implicate so many
other problems. Beside those problems, sport develops in any
scientific studies like Psychology of Sport, Politics of Sport, Law
Study of Sport, etc. All of those scientific studies are dimensions in
which sport requires an academic conscience in investigating
philosophical foundations of sport as science.
Kata Kunci: Ilmu Olahraga, kesadaran, dasar filosofis.
Kesadaran bahwa olahraga merupakan ilmu secara internasional mulai
muncul pertengahan abad 20, dan di Indonesia secara resmi dibakukan melalui
deklarasi ilmu olahraga tahun 1998. Beberapa akademisi dan masyarakat awam
memang masih pesimis terhadap eksistensi ilmu olahraga, khususnya di
Indonesia, terutama dengan melihat kajian dan wacana akademis yang masih
sangat terbatas dan kurang integral. Namun sebagai suatu ilmu baru yang diakui
secara luas, ilmu olahraga berkembang seiring kompleksitas permasalahan yang
ada dengan ketertarikan-ketertarikan ilmiah yang mulai bergairah menunjukkan
eksistensi ilmu baru ini ke arah kemapanan.
Filsafat, dalam hal ini dianggap memiliki tanggung jawab penting dalam
mempersatukan berbagai kajian ilmu untuk dirumuskan secara padu dan
mengakar menuju ilmu olahraga dalam tiga dimensi ilmiahnya (ontologi,
epistemologi dan aksiologi) yang kokoh dan sejajar dengan ilmu lain. Ontologi
membahas tentang apa yang ingin diketahui atau dengan kata lain merupakan
pengkajian mengenai teori tentang ada. Dasar ontologi dari ilmu berhubungan
dengan materi yang menjadi obyek penelaahan ilmu, ciri-ciri esensial obyek itu
yang berlaku umum. Ontologi berperan dalam perbincangan mengenai
pengembangan ilmu, asumsi dasar ilmu dan konsekuensinya pada penerapan
ilmu. Ontologi merupakan sarana ilmiah untuk menemukan jalan penanganan
masalah secara ilmiah (Van Peursen, 1985: 32). Dalam hal ini ontologi berperan
dalam proses konsistensi ekstensif dan intensif dalam pengembangan ilmu.
Epistemologi membahas secara mendalam segenap proses yang terlibat
dalam usaha untuk memperoleh pengetahuan. Ini terutama berkaitan dengan
metode keilmuan dan sistematika isi ilmu. Metode keilmuan merupakan suatu
prosedur yang mencakup berbagai tindakan pikiran, pola kerja, cara teknis, dan
tata langkah untuk memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan yang
telah ada. Sedangkan sistimatisasi isi ilmu dalam hal ini berkaitan dengan batang
Penulis adalah dosen Fakultas Ilmu Keolahragaan, Universitas Negeri Surabaya
Made, Dasar-dasar Filosofis
139
tubuh ilmu, di mana peta dasar dan pengembangan ilmu pokok dan ilmu cabang
dibahas di sini.
Aksiologi ilmu membahas tentang manfaat yang diperoleh manusia dari
pengetahuan yang didapatnya. Bila persoalan value free dan value bound ilmu
mendominasi fokus perhatian aksiologi pada umumnya, maka dalam hal
pengembangan ilmu baru seperti olahraga ini, dimensi aksiologi diperluas lagi
sehingga secara inheren mencakup dimensi nilai kehidupan manusia seperti etika,
estetika, religius (sisi dalam) dan juga interrelasi ilmu dengan aspek-aspek
kehidupan manusia dalam sosialitasnya (sisi luar aksiologi). Keduanya
merupakan aspek dari permasalahan transfer pengetahuan.
Relevansi filosofis ini pada gilirannya mensyaratkan pula komunikasi
lintas, inter dan muiltidisipliner ilmu-ilmu terkait dalam upaya menjawab
persoalan dan tantangan yang muncul dari fenomena keolahragaan. Dengan kata
lain, proses timbal balik yang sinergis antara khasanah keilmuan dan wilayah
praksis muncul, dan menjadi tanggungjawab filsafat untuk mengkritisi,
memetakan dan memadukan hal tersebut. Filsafat ilmu olahraga, dengan titik
tekan utama pada tiga dimensi keilmuan ini – ontologi, epistemologi, aksiologi –
mengeksplorasi ilmu olahraga ini secara mendalam. Ekstensifikasi dan
intensifikasi menjadi permasalahan yang amat menentukan eksistensi dan
perkembangan ilmu keolahragaan lebih jauh dari hasil eksplorasi ini.
Akar Eksistensi Olahraga
Olahraga, sebagaimana yang dikatakan Richard Scaht (1998: 124), seperti
halnya sex, terlalu penting untuk dikacaukan dengan tema lain. Ini tidak hanya
tentang latihan demi kesehatan. Tidak hanya permainan untuk hiburan, atau
menghabiskan waktu luang, atau untuk kombinasi dari maksud sosial dan
rekreasional. Olahraga adalah aktivitas yang memiliki akar eksistensi ontologis
sangat alami, yang dapat diamati sejak bayi dalam kandungan sampai dengan
bentuk-bentuk gerakan terlatih.
Olahraga juga adalah permainan, senada dengan eksistensi manusiawi
sebagai makhluk bermain (homo ludens-nya Huizinga). Olahraga adalah
tontonan, yang memiliki akar sejarah yang panjang, sejak jaman Yunani Kuno
dengan arete, agon, pentathlon sampai dengan Olympic Games di masa modern,
di mana dalam sejarahnya, perang dan damai selalu mengawal peristiwa
keolahragaan itu. Olahraga adalah fenomena multidimensi, seperti halnya
manusia itu sendiri.
Mitos dan agama Yunani awal menampilkan suatu pandangan dunia yang
membantu perkembangan kesalinghubungan intrinsik antara makna olahraga dan
budaya dasar. Keduanya juga merefleksikan kondisi terbatas dari eksistensi
keduniaan, dan bukan sebagai kerajaan transenden dari pembebasan. Nuansa
keduniawian tampak pula pada ekspresi naratif tentang kehidupan, rentang luas
pengalaman manusiawi, situasionalnya dan suka dukanya. Manifestasi kesakralan
terwujud dalam prestasi dan kekuasaan duniawi, kecantikan visual dan campuran
dari daya persaingan mempengaruhi situasi kemanusiaan (Hatab, 1998: 98).
Jurnal Filsafat, Agustus 2003, Jilid 34, Nomor 2
140
Budaya Yunani Kuno juga sepenuhnya bersifat agon, persaingan. Puisipuisi
Homer dan Hesiod menampilkan diri sebagai konflik di antara daya-daya
persaingan. Wajah realitas Yunani Kuno juga mewujud dalam daya-daya
persaingan ini: atletik, keindahan fisik, kerajinan tangan, seni-seni visual,
nyanyian, tarian, drama dan retorika (Crowell, 1998: 7).
Signifikansi agon dapat lebih dipahami dari pandangan tentang ideal
kepahlawanan. Dalam Iliad-nya Homer, keberadaan manusia secara esensial
adalah mortal dan terarah pada takdir negatif melampaui kendali manusia.
Kematian dapat mencapai kompensasi istimewa: keduniawian, kejayaan dan
kemasyhuran melalui pengambilan resiko dan pengkonfrontasian kematian pada
medan perang, melalui pengujian keberanian manusia melawan satria lain dan
kekuatan nasib. Hal terpenting di sini adalah bahwa makna keutamaan terhubung
dengan batas-batas dan resiko. Dapat digeneralisir – dalam Iliad itu – bahwa
tanpa kemungkinan untuk kalah atau gagal, kemenangan atau keberhasilan tak
akan berarti apa-apa (Hatab, 1998: 98).
Atletik (olahraga, dalam tulisan ini kadang-kadang disebut dengan atletik
untuk kepentingan penyesuaian konteks) berperan penting dalam dunia Yunani
Kuno. Kata atletik berarti konflik atau perjuangan, dan dapat secara langsung
diasosiasikan dengan persaingan, di mana kompetisi di tengah-tengah kondisi
keterbatasan mambangkitkan makna dan keutamaan. Apa yang membedakan
kontes atletik dari hal-hal lain dalam budaya Yunani adalah bahwa atletik
menampilkan dan mengkonsentrasikan elemen-elemen duiniawi dalam
penampilan fisik dan keahlian, keindahan tubuh, dan hal-hal khusus dari tontonan
dramatis (Hatab, 1998: 99).
Kontes atletik, seperti yang tampak dalam Iliad, menunjukkan penghargaan
yang tinggi masyarakat Yunani terhadap olahraga yang terrepresentasikan
sebagai semacam ritual agama dan terorganisir dalam mana kompetisi-kompetisi
fisik ditampilkan sebagai analog mimetic (secara menghibur) dari penjelasan
agama – baik tentang nasib dan kepahlawanan – dan sebagai penjelmaan rinci
signifikansi kultural agon.
Sekarang, signifikansi olahraga menurun di dunia Yunani, justru dengan
datangnya statemen-statemen filsafat sebagai kompetitor kultural. Nilai penting
dari tubuh dan aksi secara bertahap dikalahkan oleh tekanan pada pikiran dan
refleksi intelektual. Ketertarikan terhadap transendensi spiritual dan tertib alam
menggeser pengaruh mitos-mitos dan religi seperti dijelaskan di atas. Meskipun
Plato dan Aristoteles mengusung nilai penting latihan fisik dalam pendidikan,
namun mereka memulai sebuah revolusi intelektual yang meremehkan nilai
penting kultural keolahragaan – “remeh” justru karena keterkaitan erat olahraga
dengan tubuh, aksi, perjuangan, kompetisi dan prestasi kemenangan (Hatab,
1998: 99).
Ekspresi Filosofis Kultur Olahraga
Friederich Nietzsche (terkenal dengan tesisnya: “Tuhan telah mati”)
termasuk filsuf yang pemikiran-pemikirannya berhutang banyak pada dunia
Made, Dasar-dasar Filosofis
141
Yunani Kuno yang menghargai atletik sejajar dengan intelek. Nietzsche adalah
seorang filsuf kontroversial yang paling banyak dirujuk sebagai penyumbang tak
langsung debat akademis tentang kaitan pemikiran filsafat dan ilmu
keolahragaan. Bahkan beberapa penulis, seperti Richard Schacht, menyebut
“filsafat olahraga Nietzscheian” sebagai istilah penting dalam bahasan ilmiahnya,
Nietzsche and Sport, meskipun istilah ini masih perlu dicurigai sebagai terlalu
maju dan ahistoris, oleh karena pemikir lain seperti Lawrence J. Hatab (1998: 78)
menyatakan bahwa Nietzsche sedikit sekali atau bahkan tak pernah bicara tentang
aktivitas atletik dan olahraga secara langsung. Hatab mengeksplorasi Nietzsche
hanya dalam kaitan pemikirannya yang dapat diasosiasikan dan mengarah pada
tema keolahragaan.
Hatab mengeksplorasi beberapa pemikiran Nietzsche seperti will to power,
sublimation, embodiment, spectacle dan play yang terarah pada aktivitas atletik
dan event-event olahraga (Hatab, 1998: 102). Dari sini, dapat dimaknai bahwa
arah pemikiran yang berhubungan secara historis pada dunia keolahragaan
termasuk dalam ekspresi pemikiran filosofis, dan oleh karenanya, ilmu
keolahragaan memiliki akar filosofisnya.
Perspektif naturalistik Nietzsche ini menjelaskan mengapa banyak orang
menyukai permainan dan menyaksikan pertandingan olahraga, dan kenapa halhal
tersebut dapat dianggap memiliki nilai dan manfaat yang besar. Pertunjukan
atletik adalah penampilan dan proses produksi makna kultural penting. Ini dapat
dilihat dari efek kesehatan dan pengembangan keahlian fisik. Selain itu,
pertunjukan olahraga juga dapat dipahami sebagai tontonan publik yang
mendramatisir keterbatasan dunia yang hidup, prestasi teatrikal dari keadaan
umat manusia, pengejaran, perjuangan-perjuangan sukses dan gagal. Dari sudut
pandang pengembangan sumber daya manusia, sudah jelas bahwa olahraga dapat
menanamkan kebajikan-kebajikan tertentu dalam keikutsertaan disiplin, kerja
tim, keberanian dan intelegensi praktis (Hatab, 1998: 103).
Konsekuensi dari semua itu, permainan olahraga adalah cukup “serius”
untuk diangkat ke tingkat penghargaan budaya yang lebih tinggi (Hatab, 1998:
106), sehingga filsafat mau tak mau harus berani mengkaji ulang “tradisinya”
sendiri yang menekankan jiwa atas tubuh, harmoni atas konflik, dan mengakui
bahwa olahraga memiliki kandungan nilai-nilai fundamental bagi keberadaan
manusia. Begitulah, di dunia Yunani Kuno, lokus asal muasal pemikiran filsafat
Barat, olahraga tak hanya populer, tetapi menempati penghargaan kultural
terhormat.
Namun demikian, Steven Galt Crowell (1998: 113) dengan mengeksplorasi
secara mendalam feneomena olahraga sebagai tontonan dan permainan,
mengungkap sisi-sisi buramnya: brutalitas, agresifitas, dan “merusak kesehatan”.
Dalam hal yang terakhir, olahraga disebutnya sebagai alat alamiah untuk “war on
drugs”, olahraga ditampilkan sebagai alternatif pengobatan ketika para praktisi
terkemuka menemukan obat-obatan sebagai bagian alami dari gaya hidup atlit
olahraga.
Apabila di jaman Yunani Kuno atlitnya mendemonstrasikan atletik dengan
Jurnal Filsafat, Agustus 2003, Jilid 34, Nomor 2
142
keahlian yang langsung berimplikasi pada keseharian si atlit, di mana nilai-nilai
keksatriaan dimunculkan, pada atlit sekarang keberanian sedemikian otonomnya,
sehingga yang menampak adalah demonstrasi ketiadaartian kecakapan. Tontonan
menawarkan individu-individu yang mengkonsentrasikan seluruh keberadaannya,
ke dalam satu permasalahan. Individu-individu tersebut meniru apa yang oleh
Nietzsche disebut “inverse cripples” (ketimpangan terbalik), di mana keberadaan
manusia “kurang segala sesuatunya kecuali untuk satu hal yang mereka terlalu
banyak memilikinya – keberadaan manusia yang adalah tak lain daripada mata
besar, mulut besar, perut besar, segalanya serba besar” (Crowell, 1998: 115).
Atlit sekarang bukanlah Tuan, tetapi Budak, bukan teladan dari apa artinya
menjadi manusia, tetapi sekedar fokus untuk hidup yang tak dialami sendiri dari
penonton yang pujian-pujiannya menjadi rantai yang mengikat atlit itu sendiri
(teralienasi - dalam bahasa patologi sosialnya Erich Fromm). Dari tontonan
kompetitif seperti ini, tak ada artinya “aturan urutan juara”: kemenangan di beli
dan dibayarkan, olahraga sebagai tontonan, dan ini secara esensial berarti bicara
tentang hidup yang tak dialami sendiri.
Deklarasi Ilmu Olahraga
Beberapa pendapat di atas bagaimanapun mencerminkan suatu perhatian
filosofis yang diakronik terhadap olahraga sebagai fenomena yang monumental
di jaman ini (setidaknya dengan mengukur antusiasme masyarakat awam
terhadap tontonan olahraga baik langsung di stadion maupun di televisi, atau
dengan larisnya majalah atau kolom keolahragaan, berikut fenomena
“megasponsor” dan perjudian di dalamnya). Lalu, bagaimana tuntutan
perkembangan keolahragaan sebagai ilmu itu di Indonesia khususnya dan
masyarakat akademis dunia pada umumnya?
Terdorong oleh rasa ingin mencari jawaban tepat terhadap pertanyaan:
apakah olahraga merupakan ilmu yang berdiri sendiri, dan sebagai tindak lanjut
dari pertemuan sebelumnya, maka diselenggarakanlah pada tahun 1998 di
Surabaya suatu Seminar Lokakarya Nasional Ilmu Keolahragaan. Seminar ini
mampu melahirkan kesepakatan tentang pendefinisian pengertian olahraga yang
dikenal dengan nama Deklarasi Surabaya 1998 tentang Ilmu Keolahragaan,
sebagai jawaban bahwa olahraga merupakan ilmu yang mandiri. Sebagai ilmu
yang mandiri, olahraga harus dapat memenuhi 3 kriteria: obyek, metode dan
pengorganisasian yang khas, dan ini dicakup dalam paparan tentang ontologi,
epistemologi dan aksiologi (Komisi Disiplin Ilmu Keolahragaan, 2000: 1-2, 6).
Dari sini, filsafat ilmu muncul sebagai suatu kebutuhan.
Earle F. Zeigler (1977) mengaitkan pendidikan keolahragaan dengan
filsafat olahraga dengan mencoba mengurai berbagai aspek yang dianggap terkait
dengan berbagai dimensi yang muncul dari fenomena keolahragaan, terutama
dalam hal dimensi edukatifnya. Tampaknya banyak penelitian serupa yang
menggagas filsafat ilmu keolahragaan dalam tinjauan yang kurang lebih
diasalkan pada pendidikan jasmani. C.A. Bucher dengan bukunya Foundation of
Physical Education and Sport (1995), William H. dalam buku Physical
Made, Dasar-dasar Filosofis
143
Education and Sport a Changing Society (1987), adalah beberapa karya yang
bernuansa filsafat ilmu keolahragaan, namun pembahasan yang diambil lebih
merupakan integrasi dari berbagai disiplin ilmu terkait untuk membangun dasardasar
ilmu keolahragaan, sedangkan hakikat dimensi ontologi, epistemonogi dan
aksiologi belum sepenuhnya digarap mendalam dan mengakar.
Aspek pertama, ontologi, setidaknya dapat dirunut dari obyek studi ilmu
keolahragaan yang unik dan tidak dikaji ilmu lain. Sebagai rumusan awal,
UNESCO mendefinisikan olahraga sebagai “setiap aktivitas fisik berupa
permainan yang berisikan perjuangan melawan unsur-unsur alam, orang lain,
ataupun diri sendiri”. Sedangkan Dewan Eropa merumuskan olahraga sebagai
“aktivitas spontan, bebas dan dilaksanakan dalam waktu luang”. Definisi terakhir
ini merupakan cikal bakal panji olahraga di dunia “Sport for All” dan di
Indonesia tahun 1983, “memasyarakatkan olahraga dan mengolahragakan
masyarakat” (Rusli dan Sumardianto, 2000: 6).
“Aktivitas”, sebagai kata yang mewakili definisi olahraga, menunjukkan
suatu gerak, dalam hal ini gerak manusia, manusia yang menggerakkan dirinya
secara sadar dan bertujuan. Oleh karena itu, menurut KDI keolahragaan, obyek
material ilmu keolahragaan adalah gerak insani dan obyek formalnya adalah
gerak manusia dalam rangka pembentukan dan pendidikan. Dalam hal ini,
raga/tubuh adalah sasaran yang terpenting dan paling mendasar.
Penelitian filosofis untuk itu sangat diharapkan menyentuh sisi tubuh
manuisiawi sebagai kaitan tak terpisah dengan jiwa/pikiran, apalagi dengan
fenomena maraknya arah mode atau tekanan kecintaan masyarakat luas terhadap
bentuk tubuh ideal.
Seneca, seorang filsuf dan guru kaisar Nero mengatakan: “oran dum es ut
sit ‘Mens Sana in Corpore Sano’” yang secara bebas dapat ditafsirkan bahwa
menyehatkan jasmani dengan latihan-latihan fisik adalah salah satu jalan untuk
mencegah timbulnya pikiran-pikiran yang tidak sehat yang membawa orang
kepada perbuatan-perbuatan yang tidak baik (Noerbai, 2000: 35).
Ilmu keolahragaan sebagai satu konsekuensi ilmiah fenomena keolahragaan
berarti pengetahuan yang sistematik dan terorganisir tentang fenomena
keolahragaan yang dibangun melalui sistem penelitian ilmiah yang diperoleh dari
medan-medan penyelidikan (KDI Keolahragaan, 2000: 8).
Aspek kedua sebagai dimensi filsafat ilmu adalah epistemologi yang
mempertanyakan bagaimana pengetahuan diperoleh dan apa isi pengetahuan itu.
Ilmu keolahragaan dalam pengembangannya didekati melalui pendekatan
multidisipliner, lintasdisipliner dan interdisipliner. Pendekatan multidisipliner
ditandai oleh orientasi vertikal karena merupakan penggabungan beberapa
disiplin ilmu. Interdisipliner ditandai oleh interaksi dua atau lebih disiplin ilmu
berbeda dalam bentuk komunikasi konsep atau ide. Sedangkan pendekatan
lintasdisipliner ditandai orientasi horisontal karena melumatnya batas-batas ilmu
yang sudah mapan.
Ketiga pendekatan di atas dalam khasanah ilmu keolahragaan membentuik
batang tubuh ilmu sebagai jawaban atas pertanyaan apa isi ilmu keolahragaan itu.
Jurnal Filsafat, Agustus 2003, Jilid 34, Nomor 2
144
Inti kajian ilmu keolahragaan adalah Teori Latihan, Belajar Gerak, Ilmu
Gerak, Teori Bermain dan Teori Instruksi yang didukung oleh ilmu-ilmu
Kedokteran Olahraga, Ergofisiologi, Biomekanika, Sosiologi Olahraga, Pedagogi
Olahraga, Psikologi Olahraga, Sejarah Olahraga dan Filsafat Olahraga. Akar dari
batang tubuh ilmu keolahragaan terdiri dari Humaniora – terwujud dalam
antropokinetika; Ilmu Pengetahuan Alam – terwujud dalam Somatokinetika; dan
Ilmu Pengetahuan Sosial – terwujud dalam Sosiokinetika (KDI Keolahragaan,
2000: 33-34).
Aksiologi - aspek ketiga - berkaitan dengan nilai-nilai, untuk apa manfaat
suatu kajian. Secara aksiologi olahraga mengandung nilai-nilai ideologi, politik,
ekonomi, sosial, budaya dan strategis dalam pengikat ketahanan nasional (KDI
Keolahragaan, 2000: 36). Sisi luar aksiologis ini menempati porsi yang paling
banyak, dibandingkan sisi dalamnya yang memang lebih sarat filosofinya.
Kecenderungan-kecenderungan sisi aksiologi keolahragaan ini secara
akademis menempati sisi yang tak bisa diabaikan, bahkan cenderung paling
banyak diminati untuk dieksplorasi. Ini termasuk dari sisi estetisnya, di mana
Randolph Feezell mengulasnya secara fenomenologis, selain dimensi naratifnya
(Feezell, 1989: 204-220). Kemungkinan nilai etisnya, Dietmar Mieth (1989: 79-
92) membahasnya secara ekstensif dan komprehensif. Thomas Ryan (1989: 110-
118) membahas kaitan olahraga dengan arah spiritualitasnya. Nancy Shinabargar
(1989: 44-53) secara sosiologis membahas dimensi feminis dalam olahraga. Yang
tersebut di atas adalah beberapa contoh cakupan dimensi ilmu keolahragaan
dalam filsafat ilmu, di mana ekstensifikasi dan intensifikasi masih luas
menantang.
Bertaburan dan tumbuh suburnya ilmu-ilmu yang berangkat dari dimensi
ontologi, epistemologi dan aksiologi, membuktikan bahwa apa yang Paul Weiss
tulis dalam bukunya Sport: A Philosophy Inquiry (1969: 12) bahwa semakin
banyak renungan filosofis yang mengarahkan keingintahuan mendalam dan
keterpesonaan terhadap olahraga, memiliki daya prediktif, persuasif dan benar
adanya. Ini perlu dimaknai secara operasional-ilmiah. Sampai dengan abad 21 ini,
fenomena signifikansi dan kejelasan transkultural dari olahraga menempati salah
satu koridor akademis ilmiah yang membutuhkan lebih banyak penggagas dan
kreator ide (Hyland, 1990: 33).
Kecenderungan minat keilmuan yang makin ekstensif dan intensif ini
membawa implikasi logis bagi filsafat untuk mengasah mata pisau “keibuannya”,
mengingat dari sejarahnya, filsafat dianggap mater scientarum: “ibunya ilmu”,
dalam memberi tempat bagi pertanyaan dan jawaban mendasar atau inti isi ilmu
keolahragaan sekaligus mengasuh cabang-cabang ranting ilmu keolahragaan ini.
Kesimpulan
Ilmu Olahraga merupakan pengetahuan yang sistematis dan terorganisir
tentang fenomena keolahragaan yang memiliki obyek, metode, sistematika ilmiah
dan sifat universal yang dibangun melalui sebuah sistem penelitian ilmiah yang
diperoleh dari macam-macam penyelidikan, yang produk nyatanya tampak dalam
Made, Dasar-dasar Filosofis
145
batang tubuh pengetahuan ilmu olahraga dengan pendekatan pengembangan
keilmuan yang multidisipliner sehingga secara aksiologis pemaknaan domain
perilaku gerak – olahraga – membuka spektrum nilai yang normatif-teoritis
(etika, estetika, kesehatan beserta pengembangannya) dan nilai-nilai yang praktisprofesional
(pengajaran dan pelatihan, manajemen, rehabilitasi ataupun rekreasi
olahraga beserta pengembangannya).
Pembahasan yang mencoba mengintegrasikan disiplin ilmu untuk
memaknai dasar-dasar teoritis ilmu keolahragaan sebagai ilmu baru memang
sudah ada dan dalam penelitian ini digunakan sebagai referensi, namun relevansi
filsafati-ilmiahnya masih sangat minim. Meskipun pro dan kontra ilmu
keolahragaan sebagai suatu ilmu mandiri sudah surut, namun tantangan yang
muncul kemudian sebagai kompensasi eksistensi ilmu keolahragaan melalui
tantangan itu adalah ekstensifikasi dan intensifikasi ilmu keolahragaan yang
mensyaratkan filsafat sebagai eksplorer pokoknya.

Senin, 18 Oktober 2010


BALI mungkin dalam benak sebagian orang kalau mendengar kata ini pasti terbayang dengan keindahan alam dan pemandanganya.....
tapi berbeda dengan saya saya justru terbayang dengan bule dan sebuah ledakan bom pada tempo itu....

sekilas tentang bali
Bali adalah nama salah satu provinsi di Indonesia, dan juga merupakan nama pulau terbesar yang menjadi bagian dari provinsi tersebut. Selain terdiri dari Pulau Bali, wilayah Provinsi Bali juga terdiri dari pulau-pulau yang lebih kecil di sekitarnya, yaitu Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Nusa Ceningan, dan Pulau Serangan.
Bali terletak di antara Pulau Jawa dan Pulau Lombok. Ibukota provinsinya ialah Denpasar, yang terletak di bagian selatan pulau ini. Mayoritas penduduk Bali adalah pemeluk agama Hindu. Di dunia, Bali terkenal sebagai tujuan pariwisata dengan keunikan berbagai hasil seni-budayanya, khususnya bagi para wisatawan Jepang dan Australia. Bali juga dikenal dengan sebutan Pulau Dewata dan Pulau Seribu Pura.

Minggu, 17 Oktober 2010


Ubi caritas et amor, Deus ibi est. Kata bijak bahasa Latin ini berarti “Di mana ada cinta dan asmara, Allah ada di sana.” Orang sering berpikir positif tentang cinta tetapi sebaliknya cenderung memandang negatif tentang asmara. Asmara sering dijuluki cinta monyet. Asmara dianggap berbahaya karena bisa menjerumuskan orang ke tindakan yang terlanjur salah yang kemudian membawa penyesalan.

Apakah ini benar? Pandangan miring seperti ini mungkin saja mengingkari kebenaran bahwa baik cinta tulus dan asmara menggebu-gebu adalah sama-sama diciptakan Tuhan untuk kelangsungan hidup umat manusia. Jika Anda dilanda asmara, jangan khawatir, Tuhan ada di sana. Jika Anda mencintai seseorang dengan tulus, sudah pasti Tuhan juga ada di sana.

Selamat membaca kata-kata mutiara berikut ini. Jika ingin membaca dan menggunakannya dalam aktivitas Anda, silahkan klik file powerpoint ini yang disusun secara menarik! mutiara-kata-pepatah-cinta-perkawinan

Cinta menciptakan “kita” tanpa memusnahkan “saya.” (Leo Buscaglia)

Seorang wanita dengan seorang kekasih adalah malaekat. Seorang wanita dengan dua kekasih adalah monster. Seorang wanita dengan tiga kekasih adalah seorang wanita. (Victor Hugo)

Jika Anda berhasil merayu ibu, Anda akan memeluk putrinya. (Pepatah Rusia)

Cinta tidaklah masuk untuk tinggal di hatimu. Cinta bukanlah cinta sampai Anda mengeluarkannya. (Anonim)

Jangan pernah membuang kesempatan untuk menyatakan kepada seseorang bahwa Anda mencintainya. (H.Jackson Brown, Jr)

Omong kosong jika Anda bilang mencintai seseorang tapi Anda tak mau berkorban baginya. Tiada cinta tanpa jalan penderitaan karena melalui jalan penderitaan orang menemukan cinta yang tercerahkan. (S.Belen 2005)

Cinta dan skandal adalah pemanis teh yang terbaik. (Henry Fielding)

Cinta adalah sebuah cerutu yang dapat meledak yang kita dengan rela mengisapnya. (Lynda Barry)

Kita mudah ditipu oleh mereka yang kita cintai. (Moliere)

Demi sedikit cinta, Anda bayar seumur hidupmu. (Pepatah Yahudi-Jerman)

Cinta itu membutakan. Karena itu mengapa para kekasih ingin menyentuhnya. (Pepatah Jerman)

Cinta tak pernah tanpa beberapa robekan. (Pepatah Slowakia)

Cinta adalah buah yang berbuah tanpa mengenal musim. (Mother Teresa)

Cinta itu sempurna sesuai dengan proporsi kebebasannya. (Thomas Merton)

Afeksi tidak dapat diciptakan; ia hanya dapat dibebaskan. (Bertrand Russell)

Jika cinta ditekan, kebencian akan menggantinya. (Havelock Ellis)

Jika kekuasaan cinta mengatasi cinta kekuasaan, dunia akan mengetahui perdamaian. (When the power of love overcomes the love of power, the world will know peace). (Anonim)

Dalam cinta, satu tambah satu sama dengan satu. (Jean Paul Satre)

Mencintai dan menang adalah hal yang terbaik, yang terbaik berikutnya adalah mencintai dan kalah. (William MakepeaceThackeray)

Cinta romantis adalah cinta yang penuh nafsu seksual. Romantisme menggunakan keintiman seksual untuk menciptakan atau melipatgandakan kedekatan dan saling memenuhi. (Peter R Breggin)

Anda tidak boleh memaksa seks untuk melakukan pekerjaan cinta atau cinta untuk melakukan pekerjaan seks. (Mary McCarthy)

Di mana ada perkawinan tanpa cinta, akan ada cinta tanpa perkawinan. (Anonim).

Dalam hidup ini orang sering mengawini orang yang tidak dicintai dan mencintai orang yang tidak bisa dikawini. (S.Belen)

Cinta adalah satu-satunya kekuatan yang mampu mengubah seorang musuh menjadi seorang teman. (Martin Luther King, Jr)

Cinta dan telur itu terbaik ketika masih segar. (Pepatah Rusia)

Cinta adalah sebuah permainan di mana dua orang dapat bermain dan keduanya sama-sama menang. (Eva Gabor)

Cinta adalah latihan bebas untuk memilih. Dua orang saling mencintai hanya jika mereka cukup mampu hidup tanpa yang lain tetapi memilih untuk hidup satu dengan yang lain. (M.Scott Peck)

Perkawinan bukan sekadar hubungan spiritual dan pelukan bergairah; perkawinan juga adalah tiga kali makan sehari dan ingat membuang sampah. (Joyce Brothers)

Apa cara terbaik agar suamimu ingat hari ulang tahunmu? Kawinlah pada hari ulang tahunnya. (Cindy Garner)

Cinta sering membuat seorang paling pintar tampak bodoh, dan sama seringnya memberi kepintaran kepada orang yang tampak paling bodoh. (Pepatah Prancis)

Satu hal yang kita tidak pernah mampu memberi secukupnya adalah cinta. (Henry Miller)

Tiada pengobat cinta daripada lebih banyak mencintai. (Henry David Thoreau)

Seorang tidak jatuh ke “dalam” atau “keluar” dari cinta. Seorang bertumbuh

Ada satu tempat yang dapat Anda sentuh pada wanita yang mendorongnya menjadi ‘tergila-gila’. Hatinya. (Melanie Griffith)

Laki-laki selalu menginginkan menjadi cinta pertama seorang wanita. Wanita suka menjadi romance terakhir seorang laki-laki. (Oscar Wilde)

Perkawinan harus menjadi duet. Ketika seorang bernyanyi yang lain bertepuk tangan. (Joe Murray)

Sebuah perkawinan yang baik sekurang-kurangnya 80% nasib untung menemukan seorang yang tepat pada waktu yang tepat. Sisanya adalah saling percaya. (Nanette Newman)

Pesta perkawinan kita sudah berlalu bertahun-tahun yang lalu. Perayaannya berlanjut sampai hari ini. (Gene Perret)

Pesta hari ulang tahun perkawinan adalah perayaan cinta, saling percaya, kemitraan, toleransi, dan ketabahan. Urutannya bervariasi untuk suatu tahun tertentu. (Paul Sweeney)

Hal terbaik yang dapat terjadi pada pasangan yang kawin 50 tahun atau lebih adalah bahwa keduanya sama-sama bertumbuh menjadi rabun jauh. (Linda Fiterman)

Sebuah pelukan ibarat bumerang – Anda langsung mendapatkan kembali. (Bil Keane)

Ciuman tanpa pelukan ibarat bunga tanpa aroma wangi.

Bunyi sebuah ciuman tidak sekeras meriam; tetapi gemanya berlangsung jauh lebih lama. (OliverWendell Holmes)

Rantai tidak bersama-sama mengikat sebuah perkawinan. Benang-benang, ratusan benang tipislah yang menjalin dua orang bersama-sama melewati tahun demi tahun (Simone Signoret)

Cinta adalah sebuah bunga yang berubah menjadi buah dalam perkawinan – Pepatah Finlandia

Tiada kombinasi yang begitu menyenangkan seperti pria dan istri. (Menander)

Jumlah hutang-piutang antara dua orang yang kawin tak mungkin dapat dihitung. Itu adalah hutang tak terbatas, yang hanya dapat dilunasi di akhirat yang abadi. (Johann Wolfgang von Goethe)

Cinta yang sempurna kadang-kdang tidak datang sampai cucu yang pertama. (Pepatah Welsh)

(Sumber: wisesayings365.wordpress.com; www.vanillamist.com; efl.htmlplanet.com; www.brownielocks.com)

POINT.BLANK





















sebuah permainan online yang membuat orang jadi ketagihan...
bersukur lah bila anda tidak pernah mengenal game ini ....
tapi bagi yang mau coba2 silahkan daftar di sini


Mgapa hrs kata 'jatuh' brda d dpn kata 'cinta' ?


ap cnta mmang slalu identik dg musbah n mlapetaka?


mgpa hrs kata 'mati' yg brda dblakang kata 'cnta'?


apkh cnt mmg slalu mhdirkan sgumpal lara n stets airmt?


sjmlah ksh,prstwa,lhir n tmbuh bsma cnta.


tak jarng tdpat luka dstiap akhr crta.


ya,luka yg perih.


luka yg b'akhr dg tngisan pilu n ksdhan abadi.

TAPI......Mengapa Ada monyet d Belakang kata cinta..apakah cinta edentik dengan monyet...?????


Pemarah dan Bersabar

Hanya seorang yang pemarah yang bisa betul-betul bersabar. Seseorang yang tidak bisa merasa marah tidak bisa disebut penyabar, karena dia hanya tidak bisa marah. Sedangkan seorang lagi yang sebetulnya merasa marah, tetapi mengelola kemarahannya untuk berlaku baik dan adil adalah seorang yang berhasil menjadikan dirinya bersabar. Dan bila Anda mengatakan bahwa untuk bersabar itu sulit, Anda sangat tepat, karena kesabaran kita diukur dari kekuatan kita untuk tetap mendahulukan yang benar dalam perasaan yang membuat kita seolah-olah berhak untuk berlaku melampaui batas.
~ Mario Teguh